googlee1ba404c69acd72d.html AMALAN AMPUH DAN DOA-DOA: 6.KISAH NABI IBRAHIM AS
PPC Iklan Blogger Indonesia

6.KISAH NABI IBRAHIM AS

Friday, February 7, 2014

Nabi Ibrahim as merupakan nabi agama samawi. Nabi Ibrahim as diutus untuk kaum Kaldān yang terletak di kota Ur (sekarang Iraq). Bagi kaum muslimin, nabi Ibrahim merupakan salah satu nabi terpenting, diantaranya mengajarkan tauhid, mendirikan Kabah di Mekah dan hampir mengorbankan anaknya, nabi Ismail as kepada Allah (ibadah yang sekarang dikenal sebagai Idul Adha).

Nama: Ibrahim bin Azar
Garis Keturunan:
Adam as Syits Anusy Qainan Mahlail Yarid Idris as Mutawasylah Lamak Nuh as Sam Arfakhsyadz Syalih Abir Falij Ra'u Saruj Nahur Azar Ibrahim as
Usia: 175 tahun
Periode sejarah: 1997 - 1822 SM
Tempat diutus (lokasi): Ur di daerah selatan Babylon (Irak)
Jumlah keturunannya (anak): 13 anak
Tempat wafat: Al-Khalid (Hebron, Palestina/Israel)
Sebutan kaumnya: Bangsa Kaldan
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak 69 kali


Ibrahim (tahun 1997 SM s/d 1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi, dan sering disebut sebagai "bapak para nabi". Ia mendapat gelar Khalil Allah atau Sahabat Allah. Selain itu beliau bersama anaknya, Nabi Ismail terkenal sebagai pengasas Kaabah.
Ibrahim, Bapak Para Nabi

Nabi Ibrahim al-Khalil dilahirkan di Ur, daerah bagian selatan Irak. Beliau lahir di kalangan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung pada zaman Raja Namrud bin Kan'an. Ayahnya, Azar adalah seorang yang cukup pandai dalam membuat berhala yang menyesatkan ini. Dia lalu memerintahkan Ibrahim untuk menjualnya ke pasar. Ibrahim pun membawanya dan berteriak di pasar, "Siapa yang mau membeli benda berbahaya dan tidak bermanfaat ini?!"

Ketika Ibrahim beranjak dewasa, beliau mengingkari perlakuan kaumnya yang menyembah berhala-berhala itu. Hal ini terekam dalan firman Allah, "Sungguh, sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami telah mengetahui dia," (QS. Al-Anbiya' [21]: 51).


Dalam benaknya, terlintas beragam pertanyaan dan penalaran tentang kaumnya. Mereka hidup dalam kelalaian dan kesesatan karena keyakinan yang rusak terhadap berhala, patung, dan bintang. Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata," (QS. Al-An'am [6]: 74).


Setelah Ibrahim bersenjatakan kebenaran dan logika ketika Allah menjadikan beberapa sebab itu untuknya, pertengkaran pun terjadi antara Ibrahim dan orang-orang kafir serta orang-orang yang sesat.

Beliau pun mengingatkan ayahnya dengan sangat bijaksana dan penuh nasihat. Akan tetapi, sang ayah bersikeras berada dalam kesesatan dan kebodohannya. Nabi Ibrahim tetap mengajal kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan menghancurkan berhala.

Berita tentang beliau lalu tersebar ke seluruh penduduk Babylon hingga Raja Namrud mengajaknya berdebat. Mereka berdua pun bertemu. Nabi Ibrahim melancarkan berbagai argumen dan dalil-dalil sehingga dapat mematahkan semangat lawannya. Ini tercatat dalam firman Allah, "Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim," (QS. Al-Baqarah [2]: 258).


Pada suatu hari, Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang ada dan meninggalkan salah satunya (yang paling besar) karena ada tujuan tertentu. Ketika orang-orang berdatangan ke tempat tersebut, mereka menemukan semuanya hancur berantakan, mereka pun marah, dendam, dan berjanji akan memberikan hukuman yang sangat berat kepada orang yang telah melakukannya. Setelah berusaha mencari pelakunya, mereka mengetahui bahwa Ibrahim bin Azar yang melakukannya. Setelah itu, mereka pun menyidangnya. Di dalam firman Allah disebutkan, "Mereka bertanya, 'Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?' Dia (Ibrahim) menjawab, 'Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara. 'Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, 'Sesungguhnya kalianlah yang menzalimi (diri sendiri)," (QS. Al-Anbiya' [21]: 62-64).

Semuanya terdiam setelah mendapat tamparan keras dari hujjah Nabi Ibrahim tersebut. Bagi mereka, tidak ada cara lain kecuali membakarnya setelah beliau membuat mereka berada dalam kebuntuan yang paling buruk.

"Mereka berkata, 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak berbuat. 'Kami (Allah) berfirman, 'Wahai api, jadilah kami dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim. 'Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi," (QS. Al-Anbiya' [21]: 68-70).


Disinilah, Ibrahim dengan kecemerlangan pikirannya memandang perlu untuk berhijrah membawa kemurnian agamanya. Beliaupun berhijrah bersama istrinya (Sarah) dan keponakannya (Luth) ke tempat yang sangat diberkahi Allah untuk seluruh alam. Allah berfirman, "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia (Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana," (QS. Al-Ankabut [29]:26).


Adzab yang menimpa Penduduk Babylon setelah Nabi Ibrahim berhijrah

Dr. Jamal Abdul Hadi menyebutkan dalam kitabnya, Jazirah al-'Arab bahwa naskah-naskah Sumeria kuno telah diungkap melalui gubahan seorang penyair Sumeria. Naskah tersebut menceritakan tentang berakhirnya kota Ur (Babylon) yang diperintah Raja Namrud pada pertengahan abad ke-20 SM, yaitu saat kepergian Nabi Ibrahim beserta keponakannya Luth. Ur, kota tempat kelahiran Nabi Ibrahim itu mengalami dua kekalahan telak dari bangsa Ailam dan Amorite. Allah berfirman, "Demikianlah Kami menjadikan sebagian orang-orang zhalim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan," (QS. Al-An'am [6]: 129).


Penyair itu mengungkapkan, "Kuda jantan terpisah dari habitatnya. Kawanannya pun tercerai berai bersama angin." Dia juga menyebutkan sejumlah nama-nama kota besar Sumeria, lalu mengisahkan akhir kematian kota tersebut. Kemudian, dia menjelaskan ketetapan langit tentang kehancuran kota itu, pertumpahan darah penduduknya, isak yang berkepanjangan, bangkai manusia yang berserakan karena tertembus tombak atau hantaman peluru batu. Demikianlah yang terjadi, hingga sengatan matahari melunturkan lemak-lemak mereka. Mereka yang selamat menjadi hina dan kelaparan. Sang ibu kehilangan anaknya. Sang ayah meninggalkan darah dagingnya. Para istri berpisah dari suaminya. Mahabenar Allah yang berfirman, "Betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Rabb mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat perhitungan terhadap penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan Kami adzab mereka dengan adzab yang mengerikan (di akhirat). Sehingga mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka, itu adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan adzab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang mempunyai akal! (Yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepada kalian," (QS.Ath-Thalaq [65]: 8-10).


Pembangunan Ka'bah

Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa Nabi Adam adalah orang pertama yang membangun Baitul Atiq. Sementara itu, Nabi Ibrahim yang membangun kembali Baitul Atiq dengan mengangkat fondasinya bersama Ismail setelah peristiwa banjir besar.

Nabi Ibrahim, istrinya Hajar, dan anak mereka yang masih menyusu, Ismail, berjalan ke suatu tempat yang diperintahkan Allah. Ibrahim diperintahkan untuk berhenti di sebuah lembah yang tandus. Hal itu dilakukan setelah beliau menunaikan kewajiban dan mensyukuri semua nikmat Allah. Beliau lalu kembali pulang ke kota al-Khalil (Hebron) di Palestina dengan meninggalkan Hajar dan anaknya di lembah tersebut. Dengan bertawakal, berharap Allah melindungi anak dan istrinya, Ibrahim berdoa seperti yang tertuang dalam firman Allah, "Ya Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur," (QS. Ibrahim [14]: 37).


Allah mengeringkan air di tempat Hajar dan bayinya berada hingga mereka sangat kehausan. Hajar segera mencari air dari sumber yang ada. Dia bolak-balik antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Saat dia kembali menemui Ismail, dia melihat percikan air dari bawah tungkai kaki anaknya. Air tersebut terpancar melalui perantara Jibril.

Abu Syuhbah berkata dalam bukunya, "Jibril turun menyerupai seekor burung. Dia lalu mengepakkan sayapnya ke bumi, ada juga yang berpendapat dengan tungkainya, maka keluarlah air Zamzam. Karena sangat senangnya, Hajar lalu mengumpulkan tanah untuk membendung aliran air itu seraya berseru, 'Zami zami ('Berkumpullah, berkumpullah').' Dia dan bayinya pun lantas minum hingga dahaga mereka hilang dan tidak merasakan haus lagi setelah itu. Pada saat demikian, Hajar mendengar suara yang berkata, 'Janganlah kamu takut terlantar. Sebab, di sini akan ada Baitullah yang hendak dibangun anak ini beserta ayahnya. Sungguh, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya.'"

Setelah itu, datanglah sekelompok kabilah Jurhum yang merantau dari Yaman. Mereka tinggal di dekat tempat yang kemudian menjadi kota Mekah dan minta izin kepada Hajar agar diperbolehkan tinggal di sana. Hajar senang dan tidak lagi merasa sepi di tempat yang gersang itu. Mereka bermukim di sana dan membangun tempat tinggal. Ketika Ismail beranjak dewasa, dia mampu berbahasa Arab sehingga menjadi leluhur orang-orang Arab Musta'rabah (pendatang). Hal ini seperti yang disebutkan Ibnu Syuhbah di dalam kitabnya.

Al-Azraqi berkata dalam Tarikh Makkah, "Setelah peristiwa banjir besar, lokasi Ka'bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut berbentuk bukit kecil berwarna merah yang tidak terjangkau oleh aliran air. Saat itu, manusia hanya tahu bahwa di sana ada tempat yang amat bernilai, tanpa mengetahui pasti lokasinya. Dari seluruh penjuru dunia, mereka yang dizhalimi, menderita, dan butuh perlindungan datang ke tempat ini untuk berdoa, dan doa mereka pun dikabulkan. Manusia pun selalu mengunjunginya hingga Allah memerintahkan Ibrahim untuk membangun Ka'bah kembali. Sejak Nabi Adam diturunkan ke bumi, Baitullah selalu menjadi tempat yang dimuliakan dan diperbaiki terus oleh setiap agama dan umat dari satu generasi ke generasi lainnya. Tempat itu juga selalu dikunjungi para malaikat sebelum Nabi Adam turun ke bumi."

Nabi Ibrahim berulang kali mengunjungi keluarganya. Suatu hari, beliau bermimpi menyembelih putranya, Ismail. Ismail pun memenuhi perintah itu, Namun, Allah menggantikannya dengan seekor sembelihan yang besar seperti tercantum dalam firman-Nya, "Tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu! ' Dia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. 'Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu Kami panggil dia, 'Wahai Ibrahim, sungguh, engkau membenarkan mimpi itu. 'Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 'Selamat sejahtera bagi Ibrahim. 'Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman," (QS. As-Shaffat [37]: 102-111).

Ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun Ka'bah, beliau bergegas ke Mekah. Saat itu, Ibrahim melihat Ismail tengah meruncingkan anak panah di dekat sumur Zamzam. Mereka pun saling bersalaman dan berpelukan. Nabi Ibrahim berkata, "Allah memerintahlan aku agar membangun Baitullah untuk-Nya". Ismail berkata, "Laksanakanlah perintah Rabbmu, aku akan membantu ayah dalam urusan agung ini."

Nabi Ibrahim pun mulai membangun Ka'bah, sedangkan Ismail menyodorkan batu untuknya. Ibrahim berkata pada Ismail, "Bawakan batu yang paling bagus, aku akan meletakkannya di salah satu sudut ini agar menjadi tanda bagi manusia."Jibril lalu memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad: Batu yang diturunkan Allah dari surga. Ismail pun menyodorkannya dan Ibrahim meletakan pada tempatnya. Selama membangun, mereka berdua senantias berdoa, "Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui,"(QS. Al-Baqarah [2]: 127).

Ketika bangunan Ka'bah semakin tinggi, Nabi Ibrahim tidak mampu lagi mengangkat bebatuan. Dia lantas berdiri di atas sebuah batu, yang kemudian disebut maqam Ibrahim, hingga sempurnanya pembangunan Baitullah. Allah kemudian memerintahkan Ibrahim menyeru umat manusia agar melaksanakan ibadah haji. Allah berfirman, "Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan-Nya kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nadzar-nadzar mereka, dan melakukan Thawaf di sekeliling rumah tua (Baitullah)," (QS. Al-Hajj [22]: 27-29).


Pembangunan Masjidil Aqsha

Palestina merupakan daerah Arab sejak lebih dari 5000 tahun lalu ketika bangsa-bangsa Semit bermigrasi ke wilayah tersebut. Bangsa Kan'an bermukim di sana dan kemudian menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama mendiami daerah Syam selat (Palestina dan Yordania Timur) dan mereka disebut bangsa Kan'an). Sementara itu, kelompok kedua tinggal di daerah pantai Syam di antara Gunung Amanos dan Gunung Karmel. Mereka lalu disebut sebagai bangsa Kan'an Laut atau bangsa Fenisia.

Bangsa Kan'an memiliki kerajaan-kerajaan yang unggul dalam bidang pertanian dan perdagangan. Pada saat mereka yang berdomisili di wilayah Palestina ini mulai membangun peradaban sejarah mereka di sana, Nabi Ibrahim dan keponakannya, Nabi Luth berhijrah ke sana, seperti yang telah kami sebutkan tentang dakwah beliau pada bab sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah, "Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam," (QS. Al-Anbiya' [21]: 71).


Masjidil Adsha yang diklaim Zionis Yahudi sebagai tanah dan sejarah mereka secara dusta adalah nama tempat suci umat Islam di bumi Palestina. Masjidil Aqsha adalah masjid kuno yang telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim hingga masa Nabi Muhammad. Di dalam as-Shahihain disebutkan satu hadits riwayat Abu Dzar al-Ghifari yang pernah bertanya, "wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama dibangun di muka bumi?" Beliau menjawab, "Masjidil Haram." Dia bertanya lagi, "Lalu?" Beliau menjawab, "Masjidil Aqsha." "Berapa lama jarak (pembangunan) keduanya?" tanya Abu Dzar lagi. Beliau menjawab, "Empat puluh tahun."


Menurut para cendekiawan, Masjidi Aqsha lebih luas cakupannya daripada sekadar bangunan yang memiliki nama tersebut. Menurut syariat, semua bangunan yang berada di dalam pagar besar yang memiliki beberapa pintu itu termasuk masjid. Ke lokasi masjid inilah disunahkan bepergian dan di sanalah digandakan pahala shalat. Masjid ash-Shakhrah (Masjid Kubah Batu [Dome of The Rock]) juga termasuk di dalamnya. Batu tersebut memiliki sejarah leluhur. Orang pertama yang shalat di sana adalah Nabi Adam. Nabi Ibrahim menjadikan tempat itu sebagai tempat ibadah dan tempat sembelihan. Allah menyifati Nabi Ibrahim ini di dalam firman-Nya, "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik," (QS. Ali 'Imran [3]: 67).


Di tempat itu pula, Nabi Ya'qub membangun masjidnya setelah melihat tiang dari cahaya di atasnya. Di sanalah Nabi Yusya' mendirikan kubah zaman atau kemah tempat berkumpul yang dibuat oleh Nabi Musa di bumi Tih (Sinai) sebagai tempat menerima wahyu. Di sana pula Nabi Daud membangun mihrabnya dan Nabi Sulaiman membangun masjid besar yang dinisbahkan pada namanya sebagai tempat beribadah dan mengesakan Allah.

Batu itulah yang menjadi tempat berpijak Nabi Muhammad ketika beliau diperjalankan pada malam mi'raj. Orang pertama yang membangun masjid di atasnya pada periode keislaman adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan al-Umawi, Ibnu Taimiyah berkata, "Masjidil Aqsha telah dibangun pada zaman Nabi Ibrahim dan direnovasi megah oleh Nabi Sulaiman."


Kisah Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim adalah putera Aazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan Babilonia yang saat itu diperintah oleh seorang raja zalim bernama Namrudz bin Kan'aan. Sebelum itu tempat kelahirannya berada dalam keadaan kucar-kacir. Ini adalah karena Raja Namrud mendapat petanda bahwa seorang bayi akan dilahirkan disana dan bayi ini akan tumbuh dan merampas takhtanya. Antara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan cara yang dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan semua bayi yang dilahirkan di tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan selama setahun.

Walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Raja Namrud yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang berhampiran. Selepas itu, dia memasuki batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya keseorangan. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya telah pulang ke gua tersebut dan terkejut melihat nabi Ibrahim a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibubapanya berani membawanya pulang kerumah mereka.

Nabi Ibrahim mencari Tuhan yang sebenarnya

Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.

Dalam al-Quran Surah al-Anaam (ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang sesat". Kemudian apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: "Inikah Tuhanku? Ini lebih besar". Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: "Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya)". Inilah daya logika yang dianugerahi kepada beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima tuhan yang sebenarnya.
Melihat tanda Kekuasaan Allah

Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calun pembeli dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "

Nabi Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon kepada Allah: "Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati." Allah menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?." Nabi Ibrahim menjawab:"Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala-ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan hati dan agar semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."

Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung, lalu setelah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh burung itu, ia memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan kemudian tubuh burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di empat puncak bukit yang berbeda dan berjauhan. Setelah dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu, diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.

Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata "Kun Fayakun", maka terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.

Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya

Aazar, ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.

Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki namun seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu, tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."

Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata: "Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.

Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala

Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendpt hidayah ,bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anuti dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan iaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapa-bapa dan nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.

Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati mereka berkali-kali bahwa mereka dan bapa-bapa mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.

Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut serta.

"Inilah dia kesempatan yang ku nantikan." kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:"Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu." Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.

Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub: "Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mrk ini?" Berkata salah seorang diantara mrk:"Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini." Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu." Selidik punya selidik, akhirnya terdpt kepastian yang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.

Dan memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.

Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrudz yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mrk. Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud:"Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:"Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya." Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?" Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja Namrud itu:"Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berpikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu."


Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan keputusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."

Nabi Ibrahim Dibakar Hidup-hidup

Keputusan mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mrk yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.

Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panasnya wap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah gedung yang tinggi lalu dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:"Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."

Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.

Orang ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri iaitu Puteri Razia mula mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahwa tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan yang sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan beliau yang mengarahkan tentara untuk membunuh puterinya itu. Puteri itupun meluru ke arah api yang besar itu lalu berkata "Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku". Puteri Razia pun turut terselamat dari terbakar dan dalam api yang membara itu kedengaran dia mengucap kalimah syahadah. Tindakan durhaka puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Sebaik sahaja puteri Razia keluar dari api tersebut beliau serta tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapanya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth untuk melarikan diri. Raja Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Razia tetapi puteri itu telah hilang. Selepas sekian lama, merekapun pulang dan mendapati bahwa Nabi Ibrahim turut terlepas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud kian gelisah karena rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, beliau berazam pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.

Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak daripada mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang daripada mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi Ibrahim.

0 comments

Followers