Nabi Ibrahim as merupakan nabi agama
samawi. Nabi Ibrahim as diutus untuk kaum Kaldān yang terletak di kota Ur
(sekarang Iraq). Bagi kaum muslimin, nabi Ibrahim merupakan salah satu nabi
terpenting, diantaranya mengajarkan tauhid, mendirikan Kabah di Mekah dan
hampir mengorbankan anaknya, nabi Ismail as kepada Allah (ibadah yang sekarang
dikenal sebagai Idul Adha).
Nama: Ibrahim bin Azar
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒
Lamak ⇒ Nuh as ⇒
Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒
Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒
Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒Ibrahim
as
Usia: 175 tahun
Periode sejarah: 1997 - 1822 SM
Tempat diutus (lokasi): Ur di daerah
selatan Babylon (Irak)
Jumlah keturunannya (anak): 13 anak
Tempat wafat: Al-Khalid (Hebron,
Palestina/Israel)
Sebutan kaumnya: Bangsa Kaldan
di Al-Quran namanya disebutkan
sebanyak 69 kali
Ibrahim
(tahun 1997 SM s/d 1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi, dan sering
disebut sebagai "bapak para nabi". Ia mendapat gelar Khalil Allah
atau Sahabat Allah. Selain itu beliau bersama anaknya, Nabi Ismail terkenal
sebagai pengasas Kaabah.
Ibrahim, Bapak Para Nabi
Nabi Ibrahim al-Khalil dilahirkan di Ur, daerah bagian selatan Irak. Beliau lahir
di kalangan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung pada zaman Raja
Namrud bin Kan'an. Ayahnya, Azar adalah seorang yang cukup pandai dalam membuat
berhala yang menyesatkan ini. Dia lalu memerintahkan Ibrahim untuk menjualnya
ke pasar. Ibrahim pun membawanya dan berteriak di pasar, "Siapa yang mau
membeli benda berbahaya dan tidak bermanfaat ini?!"
Ketika Ibrahim beranjak dewasa,
beliau mengingkari perlakuan kaumnya yang menyembah berhala-berhala itu. Hal
ini terekam dalan firman Allah, "Sungguh,
sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan Kami
telah mengetahui dia," (QS. Al-Anbiya' [21]: 51).
Dalam benaknya, terlintas beragam
pertanyaan dan penalaran tentang kaumnya. Mereka hidup dalam kelalaian dan
kesesatan karena keyakinan yang rusak terhadap berhala, patung, dan bintang.
Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai
tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata,"
(QS. Al-An'am [6]: 74).
Setelah Ibrahim bersenjatakan
kebenaran dan logika ketika Allah menjadikan beberapa sebab itu untuknya,
pertengkaran pun terjadi antara Ibrahim dan orang-orang kafir serta orang-orang
yang sesat.
Beliau pun mengingatkan ayahnya
dengan sangat bijaksana dan penuh nasihat. Akan tetapi, sang ayah bersikeras
berada dalam kesesatan dan kebodohannya. Nabi Ibrahim tetap mengajal kaumnya
untuk beribadah kepada Allah semata dan menghancurkan berhala.
Berita tentang beliau lalu tersebar
ke seluruh penduduk Babylon hingga Raja Namrud mengajaknya berdebat. Mereka
berdua pun bertemu. Nabi Ibrahim melancarkan berbagai argumen dan dalil-dalil
sehingga dapat mematahkan semangat lawannya. Ini tercatat dalam firman Allah, "Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim," (QS. Al-Baqarah [2]: 258).
Pada suatu hari, Ibrahim
menghancurkan berhala-berhala yang ada dan meninggalkan salah satunya (yang
paling besar) karena ada tujuan tertentu. Ketika orang-orang berdatangan ke
tempat tersebut, mereka menemukan semuanya hancur berantakan, mereka pun marah,
dendam, dan berjanji akan memberikan hukuman yang sangat berat kepada orang
yang telah melakukannya. Setelah berusaha mencari pelakunya, mereka mengetahui
bahwa Ibrahim bin Azar yang melakukannya. Setelah itu, mereka pun menyidangnya.
Di dalam firman Allah disebutkan, "Mereka
bertanya, 'Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan
kami, wahai Ibrahim?' Dia (Ibrahim) menjawab, 'Sebenarnya (patung) besar itu
yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara.
'Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, 'Sesungguhnya
kalianlah yang menzalimi (diri sendiri)," (QS. Al-Anbiya' [21]: 62-64).
Semuanya terdiam setelah mendapat
tamparan keras dari hujjah Nabi Ibrahim tersebut. Bagi mereka, tidak ada cara
lain kecuali membakarnya setelah beliau membuat mereka berada dalam kebuntuan
yang paling buruk.
"Mereka berkata, 'Bakarlah dia
dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak berbuat. 'Kami
(Allah) berfirman, 'Wahai api, jadilah kami dingin, dan penyelamat bagi
Ibrahim. 'Dan mereka hendak berbuat jahat
terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling
rugi," (QS. Al-Anbiya' [21]: 68-70).
Disinilah, Ibrahim dengan kecemerlangan
pikirannya memandang perlu untuk berhijrah membawa kemurnian agamanya.
Beliaupun berhijrah bersama istrinya (Sarah) dan keponakannya (Luth) ke tempat
yang sangat diberkahi Allah untuk seluruh alam. Allah berfirman, "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia
(Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang
diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana,"
(QS. Al-Ankabut [29]:26).
Adzab yang
menimpa Penduduk Babylon setelah Nabi Ibrahim berhijrah
Dr. Jamal Abdul Hadi menyebutkan
dalam kitabnya, Jazirah al-'Arab bahwa naskah-naskah Sumeria kuno telah
diungkap melalui gubahan seorang penyair Sumeria. Naskah tersebut menceritakan
tentang berakhirnya kota Ur (Babylon) yang diperintah Raja Namrud pada pertengahan
abad ke-20 SM, yaitu saat kepergian Nabi Ibrahim beserta keponakannya Luth. Ur,
kota tempat kelahiran Nabi Ibrahim itu mengalami dua kekalahan telak dari
bangsa Ailam dan Amorite. Allah berfirman, "Demikianlah
Kami menjadikan sebagian orang-orang zhalim berteman dengan sesamanya, sesuai
dengan apa yang mereka kerjakan," (QS. Al-An'am [6]: 129).
Penyair itu mengungkapkan,
"Kuda jantan terpisah dari habitatnya. Kawanannya pun tercerai berai
bersama angin." Dia juga menyebutkan sejumlah nama-nama kota besar
Sumeria, lalu mengisahkan akhir kematian kota tersebut. Kemudian, dia
menjelaskan ketetapan langit tentang kehancuran kota itu, pertumpahan darah
penduduknya, isak yang berkepanjangan, bangkai manusia yang berserakan karena
tertembus tombak atau hantaman peluru batu. Demikianlah yang terjadi, hingga
sengatan matahari melunturkan lemak-lemak mereka. Mereka yang selamat menjadi
hina dan kelaparan. Sang ibu kehilangan anaknya. Sang ayah meninggalkan darah
dagingnya. Para istri berpisah dari suaminya. Mahabenar Allah yang berfirman, "Betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai
perintah Rabb mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat perhitungan terhadap
penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan Kami adzab mereka dengan
adzab yang mengerikan (di akhirat). Sehingga mereka merasakan akibat yang buruk
dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka, itu adalah kerugian yang besar.
Allah menyediakan adzab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah,
wahai orang-orang yang mempunyai akal! (Yaitu) orang-orang yang beriman.
Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan kepada kalian," (QS.Ath-Thalaq
[65]: 8-10).
Pembangunan
Ka'bah
Pada pembahasan sebelumnya telah
disebutkan bahwa Nabi Adam adalah orang pertama yang membangun Baitul Atiq.
Sementara itu, Nabi Ibrahim yang membangun kembali Baitul Atiq dengan
mengangkat fondasinya bersama Ismail setelah peristiwa banjir besar.
Nabi Ibrahim, istrinya Hajar, dan
anak mereka yang masih menyusu, Ismail, berjalan ke suatu tempat yang diperintahkan
Allah. Ibrahim diperintahkan untuk berhenti di sebuah lembah yang tandus. Hal
itu dilakukan setelah beliau menunaikan kewajiban dan mensyukuri semua nikmat
Allah. Beliau lalu kembali pulang ke kota al-Khalil (Hebron) di Palestina
dengan meninggalkan Hajar dan anaknya di lembah tersebut. Dengan bertawakal,
berharap Allah melindungi anak dan istrinya, Ibrahim berdoa seperti yang
tertuang dalam firman Allah, "Ya Rabb,
sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb,
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur," (QS. Ibrahim [14]: 37).
Allah mengeringkan air di tempat
Hajar dan bayinya berada hingga mereka sangat kehausan. Hajar segera mencari
air dari sumber yang ada. Dia bolak-balik antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh
kali, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Saat dia kembali menemui Ismail, dia
melihat percikan air dari bawah tungkai kaki anaknya. Air tersebut terpancar
melalui perantara Jibril.
Abu Syuhbah berkata dalam bukunya, "Jibril turun menyerupai seekor burung. Dia lalu
mengepakkan sayapnya ke bumi, ada juga yang berpendapat dengan tungkainya, maka
keluarlah air Zamzam. Karena sangat senangnya, Hajar lalu mengumpulkan tanah
untuk membendung aliran air itu seraya berseru, 'Zami zami ('Berkumpullah,
berkumpullah').' Dia dan bayinya pun lantas minum hingga dahaga mereka hilang
dan tidak merasakan haus lagi setelah itu. Pada saat demikian, Hajar mendengar
suara yang berkata, 'Janganlah kamu takut terlantar. Sebab, di sini akan ada
Baitullah yang hendak dibangun anak ini beserta ayahnya. Sungguh, Allah tidak
akan menyia-nyiakan hambanya.'"
Setelah itu, datanglah sekelompok
kabilah Jurhum yang merantau dari Yaman. Mereka tinggal di dekat tempat yang
kemudian menjadi kota Mekah dan minta izin kepada Hajar agar diperbolehkan
tinggal di sana. Hajar senang dan tidak lagi merasa sepi di tempat yang gersang
itu. Mereka bermukim di sana dan membangun tempat tinggal. Ketika Ismail
beranjak dewasa, dia mampu berbahasa Arab sehingga menjadi leluhur orang-orang
Arab Musta'rabah (pendatang). Hal ini seperti yang disebutkan Ibnu Syuhbah di
dalam kitabnya.
Al-Azraqi berkata dalam Tarikh
Makkah, "Setelah peristiwa banjir besar,
lokasi Ka'bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut berbentuk bukit kecil berwarna
merah yang tidak terjangkau oleh aliran air. Saat itu, manusia hanya tahu bahwa
di sana ada tempat yang amat bernilai, tanpa mengetahui pasti lokasinya. Dari
seluruh penjuru dunia, mereka yang dizhalimi, menderita, dan butuh perlindungan
datang ke tempat ini untuk berdoa, dan doa mereka pun dikabulkan. Manusia pun
selalu mengunjunginya hingga Allah memerintahkan Ibrahim untuk membangun Ka'bah
kembali. Sejak Nabi Adam diturunkan ke bumi, Baitullah selalu menjadi tempat
yang dimuliakan dan diperbaiki terus oleh setiap agama dan umat dari satu
generasi ke generasi lainnya. Tempat itu juga selalu dikunjungi para malaikat
sebelum Nabi Adam turun ke bumi."
Nabi Ibrahim berulang kali
mengunjungi keluarganya. Suatu hari, beliau bermimpi menyembelih putranya,
Ismail. Ismail pun memenuhi perintah itu, Namun, Allah menggantikannya dengan
seekor sembelihan yang besar seperti tercantum dalam firman-Nya, "Tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup
berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku
bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu! ' Dia
(Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah)
kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. 'Maka
ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas
pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu Kami panggil dia, 'Wahai
Ibrahim, sungguh, engkau membenarkan mimpi itu. 'Sungguh, demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan
orang-orang yang datang kemudian, 'Selamat sejahtera bagi Ibrahim. 'Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia
termasuk hamba-hamba Kami yang beriman," (QS. As-Shaffat [37]: 102-111).
Ketika Allah memerintahkan Nabi
Ibrahim membangun Ka'bah, beliau bergegas ke Mekah. Saat itu, Ibrahim melihat
Ismail tengah meruncingkan anak panah di dekat sumur Zamzam. Mereka pun saling
bersalaman dan berpelukan. Nabi Ibrahim berkata, "Allah
memerintahlan aku agar membangun Baitullah untuk-Nya". Ismail
berkata, "Laksanakanlah perintah Rabbmu, aku akan membantu ayah dalam
urusan agung ini."
Nabi Ibrahim pun mulai membangun
Ka'bah, sedangkan Ismail menyodorkan batu untuknya. Ibrahim berkata pada
Ismail, "Bawakan batu yang paling bagus,
aku akan meletakkannya di salah satu sudut ini agar menjadi tanda bagi
manusia."Jibril lalu memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad:
Batu yang diturunkan Allah dari surga. Ismail pun menyodorkannya dan Ibrahim
meletakan pada tempatnya. Selama membangun, mereka berdua senantias berdoa,
"Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami,
sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui,"(QS. Al-Baqarah [2]:
127).
Ketika bangunan Ka'bah semakin
tinggi, Nabi Ibrahim tidak mampu lagi mengangkat bebatuan. Dia lantas berdiri
di atas sebuah batu, yang kemudian disebut maqam Ibrahim, hingga sempurnanya
pembangunan Baitullah. Allah kemudian memerintahkan Ibrahim menyeru umat
manusia agar melaksanakan ibadah haji. Allah berfirman, "Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta
yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh agar mereka
menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah
pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan-Nya kepada
mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian,
hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka,
menyempurnakan nadzar-nadzar mereka, dan melakukan Thawaf di sekeliling rumah
tua (Baitullah)," (QS. Al-Hajj [22]: 27-29).
Pembangunan
Masjidil Aqsha
Palestina merupakan daerah Arab sejak lebih dari 5000 tahun lalu
ketika bangsa-bangsa Semit bermigrasi ke wilayah tersebut. Bangsa Kan'an
bermukim di sana dan kemudian menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama
mendiami daerah Syam selat (Palestina dan Yordania Timur) dan mereka disebut
bangsa Kan'an). Sementara itu, kelompok kedua tinggal di daerah pantai Syam di
antara Gunung Amanos dan Gunung Karmel. Mereka lalu disebut sebagai bangsa
Kan'an Laut atau bangsa Fenisia.
Bangsa Kan'an memiliki
kerajaan-kerajaan yang unggul dalam bidang pertanian dan perdagangan. Pada saat
mereka yang berdomisili di wilayah Palestina ini mulai membangun peradaban
sejarah mereka di sana, Nabi Ibrahim dan keponakannya, Nabi Luth berhijrah ke
sana, seperti yang telah kami sebutkan tentang dakwah beliau pada bab
sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah, "Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang
telah Kami berkahi untuk seluruh alam," (QS. Al-Anbiya' [21]: 71).
Masjidil Adsha yang diklaim Zionis
Yahudi sebagai tanah dan sejarah mereka secara dusta adalah nama tempat suci
umat Islam di bumi Palestina. Masjidil Aqsha adalah masjid kuno yang telah ada
sejak zaman Nabi Ibrahim hingga masa Nabi Muhammad. Di dalam as-Shahihain disebutkan
satu hadits riwayat Abu Dzar al-Ghifari yang pernah bertanya, "wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama
dibangun di muka bumi?" Beliau menjawab, "Masjidil Haram." Dia bertanya
lagi, "Lalu?" Beliau
menjawab, "Masjidil Aqsha."
"Berapa lama jarak (pembangunan)
keduanya?" tanya Abu Dzar lagi. Beliau menjawab, "Empat puluh tahun."
Menurut para cendekiawan, Masjidi
Aqsha lebih luas cakupannya daripada sekadar bangunan yang memiliki nama
tersebut. Menurut syariat, semua bangunan yang berada di dalam pagar besar yang
memiliki beberapa pintu itu termasuk masjid. Ke lokasi masjid inilah disunahkan
bepergian dan di sanalah digandakan pahala shalat. Masjid ash-Shakhrah (Masjid
Kubah Batu [Dome of The Rock]) juga termasuk di dalamnya. Batu tersebut
memiliki sejarah leluhur. Orang pertama yang shalat di sana adalah Nabi Adam.
Nabi Ibrahim menjadikan tempat itu sebagai tempat ibadah dan tempat sembelihan.
Allah menyifati Nabi Ibrahim ini di dalam firman-Nya, "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula)
seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, muslim dan dia tidaklah
termasuk orang-orang musyrik," (QS. Ali 'Imran [3]: 67).
Di tempat itu pula, Nabi Ya'qub
membangun masjidnya setelah melihat tiang dari cahaya di atasnya. Di sanalah Nabi
Yusya' mendirikan kubah zaman atau kemah tempat berkumpul yang dibuat oleh
Nabi Musa di bumi Tih (Sinai) sebagai tempat menerima wahyu. Di sana pula Nabi
Daud membangun mihrabnya dan Nabi Sulaiman membangun masjid besar
yang dinisbahkan pada namanya sebagai tempat beribadah dan mengesakan Allah.
Batu itulah yang menjadi tempat
berpijak Nabi Muhammad ketika beliau diperjalankan pada malam mi'raj.
Orang pertama yang membangun masjid di atasnya pada periode keislaman adalah
Khalifah Abdul Malik bin Marwan al-Umawi, Ibnu Taimiyah berkata, "Masjidil Aqsha telah dibangun pada zaman Nabi
Ibrahim dan direnovasi megah oleh Nabi Sulaiman."
Kisah Nabi
Ibrahim
Nabi Ibrahim adalah putera Aazar
{Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin
Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama
"Faddam A'ram" dalam kerajaan Babilonia yang saat itu diperintah oleh
seorang raja zalim bernama Namrudz bin Kan'aan. Sebelum itu tempat kelahirannya
berada dalam keadaan kucar-kacir. Ini adalah karena Raja Namrud mendapat
petanda bahwa seorang bayi akan dilahirkan disana dan bayi ini akan tumbuh dan
merampas takhtanya. Antara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia
akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu
berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan cara yang
dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan semua bayi yang dilahirkan di
tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan
selama setahun.
Walaupun berada dalam keadaan cemas,
kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak
menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah
tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Raja Namrud
yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu nabi
Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang
berhampiran. Selepas itu, dia memasuki batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu
dan meninggalkannya keseorangan. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya telah
pulang ke gua tersebut dan terkejut melihat nabi Ibrahim a.s masih hidup. Selama
seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengandungi susu dan makanan
lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar
dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia dua tahun. Maka kedua ibubapanya
berani membawanya pulang kerumah mereka.
Nabi
Ibrahim mencari Tuhan yang sebenarnya
Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan
rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan
dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang
paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan
karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi
Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia
berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.
Dalam al-Quran Surah al-Anaam (ayat
76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu malam
yang gelap, beliau melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian apabila bintang itu
terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak suka kepada yang terbenam
hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya),
dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka setelah bulan itu terbenam,
berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh
Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang sesat". Kemudian apabila
dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia:
"Inikah Tuhanku? Ini lebih besar". Setelah matahari terbenam, dia
berkata pula: "Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari
apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya)". Inilah daya logika
yang dianugerahi kepada beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang
dipercayai kaumnya serta menerima tuhan yang sebenarnya.
Melihat tanda Kekuasaan Allah
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering
disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena
iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat
untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan
patung-patung ayahnya kepada calun pembeli dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang
tidak berguna ini? "
Nabi Ibrahim yang sudah bertekad
ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam
kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan
hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu
pikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana
Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon kepada
Allah: "Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku
bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati." Allah
menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya
kepada kekuasaan-Ku?." Nabi Ibrahim menjawab:"Betul, wahai Tuhanku,
aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku
ingin sekali melihat itu dengan mata kepala-ku sendiri, agar aku mendapat
ketenteraman dan ketenangan hati dan agar semakin tebal dan kukuh keyakinanku
kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."
Allah mengabulkan permohonan Nabi
Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung, lalu setelah
memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh burung itu, ia memotongnya
menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan kemudian tubuh burung yang
sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di empat puncak bukit yang
berbeda dan berjauhan. Setelah dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh
Allah itu, diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah
terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.
Dengan izin Allah dan kuasa-Nya
datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa
seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim
kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya,
dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat
menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya
dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi
Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan
di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada
sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya,
dan hanya kata "Kun Fayakun", maka terjadilah apa yang
Dikehendaki-Nya.
Nabi
Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar, ayah Nabi Ibrahim sama
sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah
pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang
membeli patung-patung yang dijadikan persembahan. Nabi Ibrahim merasa bahwa
kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain
ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa
kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang
sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya
memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan
mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan adab
yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan
kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan
oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan
pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada
ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah
berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala
itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi
penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah. Diterangkan pula kepada
ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran
setan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi
lagi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya
berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang
menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan
kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar menjadi merah mukanya dan
melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yang
ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa puteranya telah
berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk
meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa.
Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata
yang kasar dan dalam maki namun seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka.
Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar:
"Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan
kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku
mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku.
Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu, tidak engkau
hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah
engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah
di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan
batu dan mencelakakan engkau."
Nabi Ibrahim menerima kemarahan
ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal
selaku anak terhadap ayah seraya berkata: "Wahai
ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari
Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah.
Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku
untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah
ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah
syirik dan kafir.
Nabi
Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan Nabi Ibrahim dalam
usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena ia
sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang
benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sedar bahwa hidayah
itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar
ayahnya mendpt hidayah ,bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah
keinginan dan usahanya. Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang
kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan
melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya
untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan
kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah
dan Rasul-Nya.
Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam
setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang
kepercayaan yang mereka anuti dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa
apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan
dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan
kebatilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka
kemukakan iaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapa-bapa dan nenek
moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak akan melepaskan
kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa
tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras
kepala dan yang tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang
dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahwa
mereka tidak akan menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang mereka,
walaupun telah Nabi Ibrahim menasihati mereka berkali-kali bahwa mereka dan
bapa-bapa mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi
Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan
yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa
berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka
dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah menjadi tradisi dan
kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota
beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat.
Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkhemah
dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan
bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Mereka
berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut
beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut
diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di
rumah apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang
dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila ia turut
serta.
"Inilah dia
kesempatan yang ku nantikan." kata
hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi
senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara
daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah
kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah
ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung
yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan
bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim,
mengejek:"Mengapa kamu tidak makan makanan
yang lezat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah
kamu." Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan
dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung
yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya
dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat dan terkejutlah para
penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan
patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan menjadi
potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang
lain dengan nada hairan dan takjub: "Gerangan
siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap
tuhan-tuhan persembahan mrk ini?" Berkata salah seorang
diantara mrk:"Ada kemungkinan bahwa orang
yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim
itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini." Seorang yang
lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan
dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di
kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat
itu." Selidik punya selidik, akhirnya terdpt kepastian yang
tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan
patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap
suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan
persembahan mrk. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala
penjuru, yang menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu
pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta
menyaksikannya.
Dan memang itulah yang diharapkan
oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua
warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau
dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mrk yang bathil dan
sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa,
kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi
iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan
datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka
yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap
Raja Namrudz yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan
kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap
beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mrk. Ditanyalah Nabi Ibrahim
oleh Raja Namrud:"Apakah engkau yang
melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan
tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:"Patung
besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya
saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya."
Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat
bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?"
Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan
atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja
Namrud itu:"Jika demikian halnya, mengapa
kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat
dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat,
bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah
bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu
berpikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang
keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan
yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di
atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan
persembahan kamu itu."
Setelah selesai Nabi Ibrahim
menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan keputusan bahwa Nabi Ibrahim
harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan
menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang
hadir menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah
ia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Nabi
Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan mahkamah telah dijatuhkan.
Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar
sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan
disaksikan oleh seluruh rakyat sedang diaturkan. Tanah lapang bagi tempat
pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya
dimana tiap penduduk secara gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu
bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan
mrk yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para penduduk dari
segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada
tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit
yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperolehi barakah dari
tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang
hamil di kala ia bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang
disediakan untuk upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah
bukit, berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman
atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang
dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panasnya
wap yang ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan
terbelenggu, Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah gedung yang tinggi lalu
dilemparkan ia kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan
firman Allah:"Hai api, menjadilah engkau
dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak keputusan hukuman dijatuhkan
sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi
Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan
keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi
makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang
demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat
itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali
temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang
tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun
tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah
kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian
risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Orang ramai tercengang dengan
keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan kepada Raja Namrud. Malah anak
perempuan Raja Namrud sendiri iaitu Puteri Razia mula mempercayai agama yang
dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahwa
tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan yang sebenarnya. Ini telah menaikkan
kemarahan beliau yang mengarahkan tentara untuk membunuh puterinya itu. Puteri
itupun meluru ke arah api yang besar itu lalu berkata "Tuhan Nabi Ibrahim
selamatkanlah aku". Puteri Razia pun turut terselamat dari terbakar dan
dalam api yang membara itu kedengaran dia mengucap kalimah syahadah. Tindakan
durhaka puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Sebaik sahaja
puteri Razia keluar dari api tersebut beliau serta tenteranya telah mengejarnya
kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi Ibrahim serta adik tirinya
Sarah, bapanya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth untuk melarikan diri. Raja
Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Razia tetapi puteri itu telah hilang.
Selepas sekian lama, merekapun pulang dan mendapati bahwa Nabi Ibrahim turut
terlepas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud kian gelisah karena rakyatnya mula
hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, beliau berazam pula untuk
membunuh Tuhan nabi Ibrahim.
Mukjizat yang diberikan oleh Allah
s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah
menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap
persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak daripada mereka
untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang
daripada mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun
khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas
dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal
bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi Ibrahim.
0 comments
Post a Comment