Julukan nabi Musa as adalah Kalim
Allah (كليم الله, Kalimullah) yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah.
Nabi Musa as diutus untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Allah
menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa as.
Nama: Musa bin Imran
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒
Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒
Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒
Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒
Ibrahim as ⇒ Ishaq as ⇒
Ya'qub as ⇒
Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Musa as
Usia: 120 tahun
Periode sejarah: 1527 - 1407 SM
Tempat diutus (lokasi): Sinai di
Mesir
Jumlah keturunannya (anak): 2 anak
(namanya Azir dan Jarsyun), dari istrinya yang bernama Shafura
Tempat wafat: Gunung Nebu (Bukit
Nabu') di Jordania (sekarang)
Sebutan kaumnya: Bani Israil dan
Fir'aun (gelar raja Mesir)
di Al-Quran namanya disebutkan
sebanyak 136 kali
Musa (Mose, Musse, Moses) adalah seorang nabi yang menerima Kitab Taurat. Nama Musa diberi
keluarga Firaun, "Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat
penemuannya di tepi sungai Nil. Musa mendapat julukan Kalimullah yang artinya
orang yang diajak bicara oleh Allah.
Pengutusan Nabi Musa
Pada masa Nabi Yusuf, sekelompok
bani Israil telah menetap di daerah Mesir setelah bermigrasi dari negeri
Kan'an. Mereka adalah pemeluk agama tauhid yang berpegang teguh pada agama Nabi
Ibrahim, berbeda dengan para fir'aun yang menyembah patung dan berhala. Seiring
kemajuan zaman, petumbuhan bani Israil pun berkembang pesat.
Para fir'aun khawatir jika mereka
mencampuri urusan politik dan agama kehidupan masyarakat Mesir. Akhirnya, mereka
menyiksa bani Israil dengan siksaan yang pedih. Hal ini terekam dalam firman
Allah, "(ingatlah) ketika Kami selamatkan
kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan
yang seberat-beratnya. Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan
membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu
terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabbmu," (QS. Al-Baqarah [2]: 49).
Ditengah kesulitan yang dialami bani
Israil, Allah berkehendak atas kelahiran Musa. Sang ibu pun menyembunyikan
kelahirannya, sebagaimana firman Allah, "Dan
kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para
rasul," (QS. Al-Qashash [28]: 7).
Janji Allah untuk untuk menjaga bayi
ini pun terbukti. Fir'aun memperbolehkan istrinya mencari seorang ibu yang mau
menyusui bayi tersebut. Dia pun menemukan ibu Musa dan menyuruhnya agar
menyusui sang bayi.
Musa dibesarkan di lingkungan istana
Fir'aun, di tangan para dukun dan pemuka-pemuka agama mereka. Ketika dewasa,
Allah memberinya ilmu dan hikmah. Pada suatu hari, ada orang Mesir yang
mengejek dan memaksa seseorang bani Israil melakukan suatu pekerjaan untuknya.
Orang bani Israil itu lantas meminta pertolongan Nabi Musa. Dia pun menolongnya
dan memukul orang Mesir itu, dan tanpa sengaja orang itu mati.
Pada hari berikutnya, orang bani
Israil kembali berkelahi dengan orang Mesir yang lain. Orang bani Israil itu
lantas meminta pertolongan lagi kepada Nabi Musa. Akan tetapi Nabi Musa malah
membentak dan memarahi orang Israil itu karena seringnya dia berbuat buruk.
Orang Israil itu mengira Musa akan membunuhnya. Dia pun segera bertanya, "Apakah engkau ingin membunuhku seperti orang Mesir
kemarin?"
Mendengar cerita pembunuhan itu,
orang Mesir tersebut segera menemui kaumnya dan menceritakan apa yang terjadi.
Fir'aun pun segera mengirim pasukan mencari Musa untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Namun, salah seorang yang menyayangi Musa segera memberi tahunya
setelah mendengar sesuatu yang terjadi di istana Fir'aun. Dia menyuruh Musa
pergi meninggalkan bahaya ancaman Fir'aun. Musa pun pergi meninggalkan Mesir
menuju Madyan, daerah di bagian barat laut Jazirah Arab.
Di Madyan, Musa tinggal di rumah
orang tua yang beriman, yaitu Nabi Syuaib. Setelah orang tua itu (Nabi Syuaib)
melihat keluhuran akhlak dan tanggung jawab Musa yang sangat tinggi, dia lalu
menikahkan Musa dengan salah satu putri beliau. Musa kemudian ingin kembali ke
mesir setelah beberapa lama tinggal di Madyan.
Ketika sampai di Bukit Tursina, Musa
tersesat. Tibalah waktu malam saat Allah hendak memberikan tugas kenabian dan
wahyu kepadanya. Pada saat itu, malam terasa dingin dan Musa melihat cahaya api
dari kejauhan. Dia lantas menyuruh keluarganya agar tidak meninggalkan tempat
mereka karena dia ingin pergi mencari sedikit api untuk penerangan. Tatkala dia
sampai ke tempat api tersebut, Allah berfirman kepadanya, "Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada ilah selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku," (QS. Thaha
[20]: 14).
Hal itu kemudian menjadi tanda awal
kenabian Musa sebagai Kalimullah. Permintaan Musa pun dikabulkan dan Allah
mengutus pula saudaranya, Harun sebagai pendampingnya.
Allah memerintahkan mereka berdua
(Musa dan Harun) agar bertutur lemah lembut saat memperingatkan Fir'aun. Selain
itu, mereka juga diperintahkan untuk mengatakan kepada Fir'aun, "Kami adalah utusan Rabb alam semesta kepadamu.
Lepaskanlah bani Israil dan jangan siksa mereka. Keselamatan bagi siapa saja
yang mengikuti petunjuk."
Pada saat itulah kesombongan
menguasai Fir'aun hingga dia berkata kepada Musa, "Bukanlah
kami yang mengasuhmu sewaktu kecil?" Dia pun menyebutkan
berbagai kebaikannya terhadap Musa, bahkan mulai mengejek dan menuduh Nabi Musa
dan Nabi Harun melakukan sihir. Fir'aun lalu memerintahkan tukang sihirnya
untuk menghadapi mereka berdua. Ahli sihir Fir'aun pun berdatangan dan melemparkan
tali-tali mereka dan menyihirnya menjadi ular untuk menandingi Musa. Nabi Musa
lantas melemparkan tongkatnya yang kemudian berubah menjadi ular dan menelan
ular-ular mereka atas pertolongan Allah.
Melihat mukjizat itu, para ahli
sihir Fir'aun pun mengimani Musa dan syariat Allah yang dia bawa. Mereka juga
tidak memedulikan berbagai ancaman Fir'aun. Mereka semua berkata seperti yang
diabadikan al-Qur'an, "Sesungguhnya kami
telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami
dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih
baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (adzab-Nya)," (QS. Thaha [20]: 73).
Fir'aun lalu berencana membunuh Musa
dan Harun serta semakin keras menyiksa bani Israil. Nabi Musa memerintahkan
mereka untuk menguatkan jiwa dan bersabar. Dia kemudian berdoa kepada Allah
agar menurunkan adzab yang pedih kepada Fir'aun dan kaumnya. Allah
berfirman,"Maka Kami kirimkan kepada mereka
taufan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah)
sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka
adalah kaum yang berdosa. )," (QS. Al-A'raf [7]: 133).
Ketika Fir'aun dan kaumnya sudah
tidak berdaya dengan adzab dengan adzab yang menimpa mereka, dia pun meminta
kepada Musa agar berdoa kepada Allah untuk menghentikan siksaan itu. Fir'aun
kemudian berjanji tidak akan lagi menyiksa bani Israil. Nabi Musa lantas
memohon kepada Allah agar menghentikan siksaan itu dan Allah pun mengakhirinya.
Namun, Fir'aun ingkar janji, dan dia kembali menyiksa bani Israil untuk kedua
kalinya.
Sementara itu, bani Israil berkumpul
dan meminta kepada Nabi Musa dan Nabi Harun agar dia membawa mereka keluar dari
Mesir. Nabi Musa dan Nabi Harun pun membawa kaumnya dan berangkat ke arah
negeri Kan'an melewati Sinai. Fir'aun beserta bala tentaranya mengejar mereka.
Namun, Nabi Musa dan Nabi Harun beserta kaumnya dapat menyeberangi laut dengan
mukjizat yang telah Allah berikan kepada Musa. Fir'aun dan pasukannya juga ikut
menyeberang laut mengejar mereka, tetapi Allah menenggelamkan Fir'aun beserta
seluruh tentaranya.
Nabi Musa dan Nabi Harun serta bani
Israil tiba di padang pasir negeri Sinai. Setelah melihat banyak perbedaan
antara daerah itu dan negeri sungai Nil yang subur (Mesir), mereka mengajukan
berbagai permintaan kepada Nabi Musa. Nabi Musa telah menerima Taurat. Di
dalamnya terdapat beragam syariat samawiyah. Kaumnya mulai menyeleweng,
terlebih setelah Nabi Musa pergi untuk menerima lembaran wahyu. As-Samiri telah
mempengaruhi bani Israil untuk menyembah anak sapi sehingga mereka meminta
kepada Musa agar dibuatkan patung untuk disembah.
Nabi Musa lantas marah dan mengecam
permintaan mereka. Dia ingin menjadikan sebuah pusat pemerintahan untuk
kaumnya. Dia kemudian pergi menuju kota Ariha (Jericho), tetapi kaumnya tidak
mau dan berkata seperti termaktub dalam al-Qur'an, "Mereka
berkata, 'wahai Musa, sampai kapanpun kami tidak akan memasuki, selagi mereka
ada di dalamnya, karena itu, pergilah engkau bersama Rabbmu, dan berperanglah
kalian berdua, biarlah kami tetap (menanti) di sini saja,' " (QS.
Al-Ma'idah [5]: 24).
Di saat mereka menolak untuk masuk
negeri yang disucikan itu, Allah membalasnya dengan adzab. Mereka pun tersesat
di lembah Tih selama 40 tahun. Beberapa tahun setelah itu, Nabi Harun wafat
lalu disusul Nabi Musa. Setelah Nabi Musa wafat, bani Israil baru merasakan
buruk dan bodohnya perbuatan serta tingkah laku mereka kepada Nabi Musa. Karena
itu, mereka mengangkat Yusya' bin Nun sebagai Raja. Dialah yang kemudian
membawa mereka menyeberangi sungai Jordan (asy-Syari'ah) menuju kota Ariha dan
tinggal di sana.
Jasad Fir'aun (Mineptah bin Ramses II)
Prof. Afifuddin Thabbarah
menyebutkan bahwa Mineptah bin Ramses II menggantikan kepemimpinan ayahnya.
Dialah Fir'aun yang kepadanya Musa diutus Allah untuk mengeluarkan bani Israil
dari Mesir. Dia pula yang mengejar Musa ke laut hingga dia tenggelam bersama
pasukannya. Jasadnya masih utuh hingga saat ini. Allah berfirman, "Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar
kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu," (QS.
Yunus [10]: 92).
Mayatnya ditemukan pada
galian-galian di makam Amenhotep II. Saat ini, jasadnya berada di museum Mesir.
Penulis berhenti sejenak untuk melihat jasadnya dan memohon kepada Allah agar
terhindar dari akhir kehidupan yang buruk. Pantas disebutkan bahwa peninggalan
makam Mineptah tidak dipersiapkan layaknya pemakaman untuk raja seperti dia.
Sebab, kematiannya tidak diperkirakan hingga tidak disediakn kuburan khusus.
Piramid
Para fir'aun Mesir meyakini
kekekalan jiwa dan kehidupan kedua setelah kematian. Karena itu, mereka sangat
memerhatikan pembangunan makam dengan beragam bentuk. Contohnya, mashtabah
(makam yang digali berbentuk kursi teras dari batu); bangunan bertangga seperti
Piramida Saqqarah, makam berbentuk seperti Piramida di Giza.
Piramida selalu terdiri dari
beberapa lorong dan ruangan yang tidak berjendela. Di salah satu ruangan
rahasianya terdapat makam Fir'aun. Selain itu, ada juga pemakaman yang dipahat
di batu. Bagian pertama piramida berbentuk ruang bawah tanah dengan banyak
tikungan, turunan, dan tangga lalu bercabang ke berbagai tempat. Pada salah
satu ruangan, secara rahasia diletakkan jasad. Setelah para arkeolog mengungkap
berbagai penemuan yang terus berkembang, mereka telah mampu menemukan semakin
banyak mumi berbalsem. Namun, ilmu modern masih kesulitan untuk memecahkan
rahasia ilmiahnya.
Ringkasan Kisah Musa
Nabi Musa dan Nabi Harun diutus
Allah untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Beliau merupakan anak
Imran dan Yukabad binti Qahat, dan bersaudara dengan Nabi Harun, dilahirkan di
Mesir pada pemerintahan Ramses Akbar sang Firaun.
Pada masa kelahiran Musa, Firaun
membuat peraturan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Tindakan itu
diambil karena dia sudah terpengaruh oleh paranormal kerajaan yang menafsirkan
mimpinya. Firaun bermimpi Mesir terbakar dan penduduknya mati, kecuali kaum
Israel, sedangkan paranormalnya mengatakan kekuasaan Fir'aun akan jatuh ke
tangan seorang laki-laki dari bangsa Israel. Karena cemas, dia memerintahkan
setiap rumah digeledah dan jika menemukan bayi laki-laki, maka bayi itu harus
dibunuh.
Yukabad melahirkan seorang bayi
laki-laki (Musa), dan kelahiran itu dirahasiakan. Karena risau dengan
keselamatan Musa, akhirnya Musa dihanyutkan ke Sungai Nil ketika berusia 3
bulan. Kemudian Musa ditemukan oleh Asiyah istri Firaun, yang sedang mandi dan
kemudian membawanya ke istana. Melihat istrinya membawa seorang bayi laki-laki,
Firaun ingin membunuh Musa. Istrinyapun berkata: "Jangan
membunuh anak ini karena aku menyayanginya. Lebih baik kita mengasuhnya seperti
anak kita sendiri karena aku tidak mempunyai anak." Dengan
kata-kata dari istrinya tersebut, Firaun tidak sampai hati untuk membunuh Musa.
Kemudian istri Firaun mencari
pengasuh, tetapi tidak seorang pun yang dapat menyusui Musa dengan baik, dia
menangis dan tidak mau disusui. Selepas itu, ibunya sendiri mengajukan diri
untuk mengasuh dan membesarkannya di istana Firaun. Diceritakan dalam Al-Quran:
"Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya
supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya dia mengetahui janji
Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya."
Pada suatu hari, Firaun memangku
Musa yang masih kanak-kanak, tetapi tiba-tiba janggutnya ditarik Musa hingga
dia kesakitan, lalu berkata: "Wahai istriku, mungkin anak inilah yang akan
menjatuhkan kekuasaanku." Istrinya berkata: "Sabarlah,
dia masih anak-anak, belum berakal dan belum mengetahui apa pun."
Sejak berusia tiga bulan hingga dewasa Musa tinggal di istana itu sehingga
orang memanggilnya Musa bin Firaun. Nama Musa sendiri diberi keluarga Firaun.
"Mu" berarti air dan "sa" adalah tempat penemuannya di tepi
sungai Nil.
Musa mendapat julukan Kalimullah
yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. Bahkan tidak jarang dia
berdialog dengan Allah, dialog antara seorang hamba yang sangat dekat dengan
Sang Kekasih Yang Maha Pengasih. Namun, melihat julukan yang diberikan oleh
Allah pada diri Musa, tampaknya Musa memang satu-satunya Nabi yang memperoleh
keistimewaan itu.
Pada satu peristiwa Musa meninjau
sekitar kota dan kemudian beliau melihat dua laki-laki sedang berkelahi, yang
seorang dari kalangan Bani Israel bernama Samiri dan seorang lagi bangsa Mesir,
bernama Fatun. Melihat perkelahian itu, Musa mau melerai mereka, tetapi ditepis
Fatun. Tanpa sengaja Musa lalu mengayunkan satu batu ke atas Fatun, dan Fatun
tersungkur kemudian meninggal dunia.
Ketika laki-laki itu meninggal dunia
karena tindakannya, Musa memohon ampun kepada Allah seperti dinyatakan dalam
al-Quran: "Musa berdoa: Wahai Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiayai diriku sendiri karena itu ampunilah aku.
Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
Tetapi, tidak lama kemudian orang
banyak mengetahui kematian Fatun disebabkan Musa dan berita itu disampaikan
kepada pemimpin kanan Firaun. Akhirnya mereka akan menangkap Musa. Karena
terdesak, Musa mengambil keputusan keluar dari Mesir. Beliau berjalan tanpa arah
dan tujuan, akhirnya, beliau sampai di kota Madyan, yaitu kota Nabi Syu'aib di
timur Semenanjung Sinai dan Teluk Aqabah di selatan Palestina.
Musa tinggal di rumah Nabi Syu’aib
beberapa lama, kemudian menikah dengan anak gadisnya bernama Shafura. Selepas
menjalani kehidupan suami istri di Madyan, Musa meminta izin Syu’aib untuk
pulang ke Mesir. Dalam perjalanan itu, akhirnya Musa dan isterinya tiba di
Bukit Sinai. Dari jauh, beliau melihat api, lalu terpikir ingin mendapatkannya
untuk dijadikan obor penerang jalan. Musa meninggalkan istrinya sebentar untuk
mendapatkan api itu. Sampai di tempat api menyala itu, beliau menemukan api
menyala pada sebatang pohon, tetapi tidak membakar pohon tersebut. Ini
membingungkannya dan ketika itu beliau mendengar suara wahyu daripada Tuhan: "....Wahai Musa sesungguhnya Aku Allah, yaitu Tuhan
semesta alam."
Kemudian Allah berfirman lagi: "Dan lemparkan tongkatmu, kemudian tongkat itu
menjadi ular, Musa mundur tanpa menoleh. Wahai Musa datanglah kepada-Ku,
janganlah kamu takut, sungguh kamu termasuk orang yang aman."
Tongkat menjadi ular dan tangan putih berseri-seri itu adalah dua mukjizat yang
dikurniakan Allah kepada Musa.
Firaun cukup marah mengetahui
kepulangan Musa yang mau membawa ajaran lain, sehingga Firaun memanggil semua
ahli sihir untuk mengalahkan dua mukjizat Musa. Ahli sihir Firaun masing-masing
mengeluarkan keajaiban, ada antara mereka melempar tali lalu menjadi ular.
Namun, semua ular yang dibawa ahli sihir itu ditelan ular besar yang berasal
dari tongkat Musa.
Firman Allah: "Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu,
pasti ia akan menelan apa yang mereka buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat
itu hanya tipu daya tukang sihir dan tidak akan menang tukang sihir itu dari
mana saja ia datang."
Semua keajaiban ahli sihir itu
dihancurkan Musa menggunakan dua mukjizat tersebut. Hal ini menyebabkan
sebagian pengikut Firaun, termasuk istrinya mengikuti ajaran yang dibawa Musa.
Hal ini membuat Firaun marah, sehingga menghukum mereka semua.
Nabi Musa bersama orang beriman
terpaksa melarikan diri sehingga mereka sampai di Laut Merah. Namun, Firaun dan
tentaranya yang sudah marah, mengejar mereka dari belakang, akhirnya Firaun dan
pengukitnya (tentaranya) mati tenggelam di dasar Laut Merah.
Al-Quran menceritakan: "Dan ingatlah ketika Kami belah laut untukmu, lalu
Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan Firaun dan pengikutnya sedang kamu
sendiri menyaksikan."
Selepas keluar dari Mesir, Nabi Musa
bersama sebagian pengikutnya dari kalangan Bani Israel menuju ke Bukit Sina
untuk mendapatkan kitab Allah. Namun, sebelum itu Musa disyaratkan berpuasa.
Sewaktu bermunajat, Musa berkata: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku supaya aku dapat melihatMu." Allah
berfirman: "Engkau tidak akan sanggup melihatKu, tetapi coba lihat bukit
itu. Jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya seperti sediakala, maka niscaya
engkau dapat melihatku." Musa terus memandang ke arah bukit yang
dimaksudkan itu dan dengan tiba-tiba bukit itu hancur. Musa terperanjat dan
gementar seluruh tubuhnya lalu pingsan.
Ketika sadar, Musa terus bertasbih
dan memuji Allah, sambil berkata: "Maha
besarlah Engkau ya Tuhan, ampuni aku dan terimalah taubatku dan aku akan
menjadi orang pertama beriman kepadaMu." Sewaktu bermunajat,
Allah menurunkan kepadanya kitab Taurat. Menurut ahli tafsir, kitab itu
berbentuk kepingan batu atau kayu, namun padanya terperinci segala panduan ke
jalan yang diredhai Allah.
Sebelum Musa pergi ke bukit itu,
beliau berjanji kepada kaumnya tidak akan meninggalkan mereka lebih dari 30
hari. Tetapi Nabi Musa tertunda 10 hari, karena terpaksa mencukupkan 40 hari
puasa. Bani Israel kecewa karena Musa tidak segera kembali kepada mereka.
Ketiadaan Musa membuat mereka seolah-olah dalam kegelapan dan ada antara mereka
berpikir keterlaluan dengan menyangka beliau tidak akan kembali lagi. Dalam
keadaan tidak menentu itu, seorang ahli sihir dari kalangan mereka bernama
Samiri mengambil kesempatan menyebarkan perbuatan syirik. Dia juga mengatakan
Musa tersesat dalam mencari tuhan dan tidak akan kembali. Ketika itu juga,
Samiri membuat sapi betina dari emas. Dia memasukkan segumpal tanah, dan patung
itu dijadikan Samiri bersuara. Kemudian Samiri berseru: "Wahai kawan-kawanku, rupanya Musa sudah tidak ada
lagi dan tidak ada gunanya kita menyembah Tuhan Musa itu. Sekarang, mari kita
sembah anak sapi yang terbuat dari emas ini. Ia dapat bersuara dan inilah tuhan
kita yang patut disembah."
Selepas itu, Musa kembali dan
melihat kaumnya menyembah patung anak sapi. Beliau marah dengan tindakan
Samiri. Firman Allah: "Kemudian Musa
kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: wahai
kaumku, bukankah Tuhanmu menjanjikan kepada kamu suatu janji yang baik. Apakah
sudah lama masa berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki supaya kemurkaan
Tuhanmu menimpamu, karena itu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku."
Musa bertanya kepada Samiri, seperti
diceritakan dalam al-Quran: "Berkata Musa;
apakah yang mendorongmu berbuat demikian Samiri, Samiri menjawab: Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam
tanah (bekas tapak Jibril) lalu aku masukkan dalam patung anak sapi itu. Demikianlah
aku menuruti dorongan nafsuku."
Kemudian Musa berkata: "Pergilah kamu dan pengikutmu dariku, patung anak
sapi itu akan aku bakar dan lemparkannya ke laut, sesungguhnya engkau akan
mendapat siksa."
Bertemu dengan Khidir
0 comments
Post a Comment