Nabi Harun adalah kakak kandung dari
nabi Musa as. Nabi Harun as dilahirkan tiga tahun sebelum nabi Musa as dan
memiliki kemampuan fasih dalam berbicara serta mempunyai pendirian tetap.
Sering kali mendampingi nabi Musa as dalam menyampaikan dakwah kepada Firaun,
Hamman dan Qarun.
Nama: Harun bin Imran, istrinya
bernama Ayariha
Garis Keturunan:
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒
Lamak ⇒ Nuh as ⇒
Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒
Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒
Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒
Ibrahim as ⇒ Ishaq as ⇒
Ya'qub as ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Harun as
Usia: 123 tahun
Periode sejarah: 1531 - 1408 SM
Tempat diutus (lokasi): Sinai di
Mesir
Jumlah keturunannya (anak): -
Tempat wafat: Gunung Nebu (Bukit
Nabu') di Jordania (sekarang)
Sebutan kaumnya: Bani Israil dan
Fir'aun (gelar raja Mesir)
di Al-Quran namanya disebutkan
sebanyak 20 kali
Harun bin Imran bin Qahats bin Azar bin Lawi bin Yaakub bin Ishak bin
Ibrahim. Beliau adalah kakak Nabi Musa, diutus untuk membantu Musa memimpin
Bani Israel ke jalan yang benar.
Firman Allah: "Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebahagian
rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi."
Harun dilahirkan empat tahun sebelum
Musa. Beliau yang fasih berbicara dan mempunyai pendirian tetap sering
mengikuti Musa dalam menyampaikan dakwah kepada Firaun, Hamman dan Qarun. Nabi
Musa sendiri mengakui saudaranya fasih berbicara dan berdebat, seperti
diceritakan al-Quran: "Dan saudaraku Harun,
dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai
pembantuku untuk membenarkan (perkataan) ku, sesungguhnya aku kawatir mereka
akan berdusta."
Nabi Harun hidup selama 123 tahun.
Beliau wafat 11 bulan sebelum kematian Musa, yaitu sebelum Bani Israil memasuki
Palestina. Mengenai Bani Israel, mereka sukar dipimpin, namun dengan kesabaran
Musa dan Harun, mereka dapat dipimpin supaya mengikuti syariat Allah, seperti
terkandung dalam Taurat ketika itu.
Selepas Harun dan Musa meninggal
dunia, Bani Israel dipimpin oleh Yusya' bin Nun. Namun, selepas Yusya' mati,
lama-kelamaan mereka meninggalkan syariat yang terkandung dalam Taurat,
sehingga menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat, akhirnya menyebabkan
perpecahan Bani Israel.
Pengutusan Nabi Harun
Riwayat Nabi Harun tidak terpisahkan
dengan Nabi Musa, dan dakwahnya dilakukan bersama dengan Musa, karena tugas
Nabi Harun untuk membantu Nabi Musa dalam berdakwah.
Pada masa Nabi Yusuf, sekelompok
bani Israil telah menetap di daerah Mesir setelah bermigrasi dari negeri
Kan'an. Mereka adalah pemeluk agama tauhid yang berpegang teguh pada agama Nabi
Ibrahim, berbeda dengan para fir'aun yang menyembah patung dan berhala. Seiring
kemajuan zaman, petumbuhan bani Israil pun berkembang pesat.
Para fir'aun khawatir jika mereka
mencampuri urusan politik dan agama kehidupan masyarakat Mesir. Akhirnya, mereka
menyiksa bani Israil dengan siksaan yang pedih. Hal ini terekam dalam firman
Allah, "(ingatlah) ketika Kami selamatkan
kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan
yang seberat-beratnya. Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan
membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu
terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabbmu," (QS. Al-Baqarah [2]: 49).
Ditengah kesulitan yang dialami bani
Israil, Allah berkehendak atas kelahiran Musa. Sang ibu pun menyembunyikan
kelahirannya, sebagaimana firman Allah, "Dan
kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para
rasul," (QS. Al-Qashash [28]: 7).
Janji Allah untuk untuk menjaga bayi
ini pun terbukti. Fir'aun memperbolehkan istrinya mencari seorang ibu yang mau
menyusui bayi tersebut. Dia pun menemukan ibu Musa dan menyuruhnya agar
menyusui sang bayi.
Musa dibesarkan di lingkungan istana
Fir'aun, di tangan para dukun dan pemuka-pemuka agama mereka. Ketika dewasa,
Allah memberinya ilmu dan hikmah. Pada suatu hari, ada orang Mesir yang
mengejek dan memaksa seseorang bani Israil melakukan suatu pekerjaan untuknya.
Orang bani Israil itu lantas meminta pertolongan Nabi Musa. Dia pun menolongnya
dan memukul orang Mesir itu, dan tanpa sengaja orang itu mati.
Pada hari berikutnya, orang bani
Israil kembali berkelahi dengan orang Mesir yang lain. Orang bani Israil itu
lantas meminta pertolongan lagi kepada Nabi Musa. Akan tetapi Nabi Musa malah
membentak dan memarahi orang Israil itu karena seringnya dia berbuat buruk.
Orang Israil itu mengira Musa akan membunuhnya. Dia pun segera bertanya, "Apakah engkau ingin membunuhku seperti orang
Mesir kemarin?"
Mendengar cerita pembunuhan itu,
orang Mesir tersebut segera menemui kaumnya dan menceritakan apa yang terjadi.
Fir'aun pun segera mengirim pasukan mencari Musa untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Namun, salah seorang yang menyayangi Musa segera memberi tahunya
setelah mendengar sesuatu yang terjadi di istana Fir'aun. Dia menyuruh Musa
pergi meninggalkan bahaya ancaman Fir'aun. Musa pun pergi meninggalkan Mesir
menuju Madyan, daerah di bagian barat laut Jazirah Arab.
Di Madyan, Musa tinggal di rumah
orang tua yang beriman, yaitu Nabi Syuaib. Setelah orang tua itu (Nabi Syuaib)
melihat keluhuran akhlak dan tanggung jawab Musa yang sangat tinggi, dia lalu
menikahkan Musa dengan salah satu putri beliau. Musa kemudian ingin kembali ke
mesir setelah beberapa lama tinggal di Madyan.
Ketika sampai di Bukit Tursina, Musa
tersesat. Tibalah waktu malam saat Allah hendak memberikan tugas kenabian dan
wahyu kepadanya. Pada saat itu, malam terasa dingin dan Musa melihat cahaya api
dari kejauhan. Dia lantas menyuruh keluarganya agar tidak meninggalkan tempat
mereka karena dia ingin pergi mencari sedikit api untuk penerangan. Tatkala dia
sampai ke tempat api tersebut, Allah berfirman kepadanya, "Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada ilah selain Aku,
maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku," (QS. Thaha
[20]: 14).
Hal itu kemudian menjadi tanda awal
kenabian Musa sebagai Kalimullah. Permintaan Musa pun dikabulkan dan Allah
mengutus pula saudaranya, Harun sebagai pendampingnya.
Allah memerintahkan mereka berdua
(Musa dan Harun) agar bertutur lemah lembut saat memperingatkan Fir'aun. Selain
itu, mereka juga diperintahkan untuk mengatakan kepada Fir'aun, "Kami adalah utusan Rabb alam semesta kepadamu.
Lepaskanlah bani Israil dan jangan siksa mereka. Keselamatan bagi siapa saja
yang mengikuti petunjuk."
Pada saat itulah kesombongan
menguasai Fir'aun hingga dia berkata kepada Musa, "Bukanlah
kami yang mengasuhmu sewaktu kecil?1" Dia pun menyebutkan
berbagai kebaikannya terhadap Musa, bahkan mulai mengejek dan menuduh Nabi Musa
dan Nabi Harun melakukan sihir. Fir'aun lalu memerintahkan tukang sihirnya
untuk menghadapi mereka berdua. Ahli sihir Fir'aun pun berdatangan dan
melemparkan tali-tali mereka dan menyihirnya menjadi ular untuk menandingi
Musa. Nabi Musa lantas melemparkan tongkatnya yang kemudian berubah menjadi
ular dan menelan ular-ular mereka atas pertolongan Allah.
Melihat mukjizat itu, para ahli
sihir Fir'aun pun mengimani Musa dan syariat Allah yang dia bawa. Mereka juga
tidak memedulikan berbagai ancaman Fir'aun. Mereka semua berkata seperti yang
diabadikan al-Qur'an, "Sesungguhnya kami
telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami
dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih
baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (adzab-Nya)," (QS. Thaha [20]: 73).
Fir'aun lalu berencana membunuh Musa
dan Harun serta semakin keras menyiksa bani Israil. Nabi Musa memerintahkan
mereka untuk menguatkan jiwa dan bersabar. Dia kemudian berdoa kepada Allah
agar menurunkan adzab yang pedih kepada Fir'aun dan kaumnya. Allah berfirman,"Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang,
kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti yang
jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang
berdosa. )," (QS. Al-A'raf [7]: 133).
Ketika Fir'aun dan kaumnya sudah
tidak berdaya dengan adzab dengan adzab yang menimpa mereka, dia pun meminta
kepada Musa agar berdoa kepada Allah untuk menghentikan siksaan itu. Fir'aun
kemudian berjanji tidak akan lagi menyiksa bani Israil. Nabi Musa lantas
memohon kepada Allah agar menghentikan siksaan itu dan Allah pun mengakhirinya.
Namun, Fir'aun ingkar janji, dan dia kembali menyiksa bani Israil untuk kedua
kalinya.
Sementara itu, bani Israil berkumpul
dan meminta kepada Nabi Musa dan Nabi Harun agar dia membawa mereka keluar dari
Mesir. Nabi Musa dan Nabi Harun pun membawa kaumnya dan berangkat ke arah
negeri Kan'an melewati Sinai. Fir'aun beserta bala tentaranya mengejar mereka.
Namun, Nabi Musa dan Nabi Harun beserta kaumnya dapat menyeberangi laut dengan
mukjizat yang telah Allah berikan kepada Musa. Fir'aun dan pasukannya juga ikut
menyeberang laut mengejar mereka, tetapi Allah menenggelamkan Fir'aun beserta
seluruh tentaranya.
Nabi Musa dan Nabi Harun serta bani
Israil tiba di padang pasir negeri Sinai. Setelah melihat banyak perbedaan
antara daerah itu dan negeri sungai Nil yang subur (Mesir), mereka mengajukan
berbagai permintaan kepada Nabi Musa. Nabi Musa telah menerima Taurat. Di
dalamnya terdapat beragam syariat samawiyah. Kaumnya mulai menyeleweng,
terlebih setelah Nabi Musa pergi untuk menerima lembaran wahyu. As-Samiri telah
mempengaruhi bani Israil untuk menyembah anak sapi sehingga mereka meminta
kepada Musa agar dibuatkan patung untuk disembah.
Nabi Musa lantas marah dan mengecam
permintaan mereka. Dia ingin menjadikan sebuah pusat pemerintahan untuk
kaumnya. Dia kemudian pergi menuju kota Ariha (Jericho), tetapi kaumnya tidak
mau dan berkata seperti termaktub dalam al-Qur'an, "Mereka
berkata, 'wahai Musa, sampai kapanpun kami tidak akan memasuki, selagi mereka
ada di dalamnya, karena itu, pergilah engkau bersama Rabbmu, dan berperanglah
kalian berdua, biarlah kami tetap (menanti) di sini saja,' " (QS.
Al-Ma'idah [5]: 24).
Di saat mereka menolak untuk masuk
negeri yang disucikan itu, Allah membalasnya dengan adzab. Mereka pun tersesat
di lembah Tih selama 40 tahun. Beberapa tahun setelah itu, Nabi Harun wafat
lalu disusul Nabi Musa. Setelah Nabi Musa wafat, bani Israil baru merasakan
buruk dan bodohnya perbuatan serta tingkah laku mereka kepada Nabi Musa. Karena
itu, mereka mengangkat Yusya' bin Nun sebagai Raja. Dialah yang kemudian
membawa mereka menyeberangi sungai Jordan (asy-Syari'ah) menuju kota Ariha dan
tinggal di sana.
0 comments
Post a Comment